Puji Nur Ripha. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

PUISI RINDU

Entah sampai kapan rasa ini membelunggu 
Menyayat segumpal darah yang kian hari kian merah
Tak ada hasrat hamba merindu
Mengenang kisah yang tak pernah berlalu

Seribu doa untukmu tuhan...
Kembalikan ia padaku
Hati ini slalu bertalu
Menyatu...
Bersama detakan jantung yang menggebu

Sebuah irama tak pernah berhenti berlagu
Menyanyikan syair-syair yang syahdu
Gubahannya menggelitik kalbu
Berdendang riang menjadi satu
Dialah seseorang yang aku rindu


Created by Puji Nur Ripha
Bogor, 23 Agustus 2013
@my home - 21 : 01

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Text Deskriptive


BOGOR TRADE MALL

Bogor Trade Mall (BTM) is a large shopping mall located at Jalan Juanda no. 68. It is in walkable distance from the main gate of Bogor Botanical Garden. This strategic location is one of the reason why this mall is very popular and can get very crowded especially in the weekends, during which many people come to this area to visit the botanical garden.
This mall offers different atmosphere than you can find in other malls in Bogor such as Botani Square Mall or Ekalokasari PlazA. In Bogor Trade Mall, you can find many small shops that sell accessories, clothing and shoes with low prices.  If you want to buy or sell used mobile phones, this mall is the place to go.
The anchor tenants of this mall are Ramayana Department Store and Ramayana Supermarket. Both are from the same retail chain company that target the middle-low segments. There are also popular fast food restaurants such as Kentucky Fried Chicken, McDonald’s and Hoka Hoka Bento.
Bogor Trade Mall has a nice, partly outdoor food court. Located on the 4th floor, this food court allows visitor to see the beautiful view of Mount Salak and the eastern part of Bogor. It is also equipped with wireless Internet access as an additional enticement.
This mall can get very hectic especially in the clothing shops area. Therefore, you must take a good care of
your belongings to prevent pickpockets from stealing your wallet and valuables

Puji Nur Ripha
X-D 2013/2014

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

CERPEN

Harga Sebuah Kacamata

Hima menyipitkan matanya, membaca tulisan di spanduk kuning di pinggir jalan.                            
 " Ma-ri-ki-ta-biya-sa-kan-mem-ba-ca " Senyum kecilnya tersimpul di ujung bibir.                        
 " Masih gak jelas ya ka ? " Tanya Akhdan. Seorang anak kecil berkulit lebam, yang berjalan di sampingnya. " Iya de " Jawab Hima malas.
Kakak beradik itu berjalan santai di tepi jalan yang mulai berdebu.
"Kapan berobatnya ka ?" Tanya Akhdan kembali.                                                                                   " Ah.!..kamu kaya yang gak tau aja! Berobat mata kan mahal. Mana ada biaya " Jawab Hima sekenanya. Anak laki itu hanya menggumam pelan. " Emang berapa biayanya ka ? " Tanya Akhdan kembali.
 " Kurang lebih 300 ribu-an lah " Jawabnya singkat.
" Hah? Mahal sekali ka. Ade saja jajan hanya dua ribu sehari, itu pun kalo di kasih sama ibu " 
ujar Akhdan sambil menghitung jari.
 " Iya, makanya sekarang kakak lagi nabung aja ".           
 " Baru berapa ka ? " Tanya Akhdan lagi.
 " Delapan… delapan puluh tiga ribu " Jawab Hima ragu.

Kakak beradik itu tampak serasi, tak pernah ada cek-cok antara keduanya. Mereka hidup damai dibawah atap yang gersang. 
Akhdan sudah tahu sebelumnya, bahwa kakaknya mengalami kelainan mata. Rabun jauh. Begitulah mereka menyebutnya. Sekarang, Hima tengah duduk di kelas 3 menengah atas. Entah bagaimana caranya, meskipun matanya miopi sejak kelas 3 SMP. Tapi, namaya tetap bercokor di tiga besar. Semangat belajarnya tak pernah padam. Sepulang sekolah ia rajin mencatat catatan temannya. Setiap hari pula ia merasa kelelahan mata, tapi itu sudah dihiraukannya. Bagaimana tidak ? sepanjang hari ia memaksa matanya melihat diluar jangkuannya. Semakin hari, kian buram penglihatannya. Mau bagaimana lagi ? Keadaan belum memungkinkannya untuk berobat.
Akhdan, yang baru kelas 2 SMP. Mengerti betul keadaan kakaknya. Ia selalu menyemangati dan memperingati Hima agar keadaannya tak memburuk. Sebenarnya, ia ingin membelikan kaca mata untuk Hima. Tapi apa daya, jawabannya tetap satu. Keadaan belum memungkinkan. Kalau nabung, ia jadi bingung sendiri. Buat sehari-hari saja masih kurang, apa yang mau di tabung. Tapi, di sisi lain, ia juga ingin meringankan beban kakaknya. kasihan melihat kakanya terus memaksakan matanya. Mendengar. Hanya itu yang di andalkan Hima sekarang. Allah memang Maha Adil.

" Hah ? Fisika ? " Tanya Hima keheranan.
" Iya ka. Kan lumayan, kalo juara satu, 500 ribu. Juara dua, 400 ribu. Juara tiga 300 ribu " Jawab Akhdan bersemangat.
" Tapi, sejak kapan kamu suka fisika ? bukannya musuh bebuyutan dari dulu ?. Haha " Ujar Hima cengengesan. 
"Iya juga sih, tapi dimana-mana, yang nama nya nyoba tuh gratis ka. Pokoknya aku mau ikutan ka. Bagaimanapun caranya, harus juara" Balas sang adik sambil tersenyum puas.
" Haha. Yakin menang ? " Hima tertawa lagi. 
" Lihat saja nanti ! " Akhdan menantang kakanya.  
" Oke " Balas Hima.
" Tapi kakak janji, kalau aku dapat juara, kakak harus berobat " Kecam Akhdan. 
" Siapa takut  !" Balas Hima cengengesan lagi. Lalu mereka high five bersama. Hima, hanya tertawa meragukan adiknya.
**
Akhdan mulai menyiram dirinya untuk menumbuhkan bunga-bunga fisika. Karena perlombaan tinggal tiga hari lagi, ia rela siang-malam bercinta dengan fisika. Tekadnya kuat. Harus Juara. Ia belajar seperti di kejar anjing, berkejaran dengan waktu. Dari satu materi, ke materi lain. 72 jam ia pahami seluruhnya. Tekadnya kuat. Harus Juara. Padahal, dari lubuk hatinya,  ia tak sanggup menjadi pemenang. Namun, bila teringat kakanya, keputusasaan nya luntur seketika.
Hima, sang kakak selalu menemaninya belajar. Kadang ia geleng kepala melihat adiknya seakan kesurupan roh Einstein. Tapi ia juga bangga pada adiknya, omongannya tak pernah main-main. Kesungguhannya memang perlu diacungi jempol. Ia tak pernah lelah mengasah mata pisau fisikanya. " ckkk...ckk..." Hima mendecak kagum.
**
Tiga hari, berlalu dengan sempurna. " Teng..Teng..Teng " Lonceng mengayun pelan tiga kali. Semua peserta olimpiade fisika, sudah bersiap di ruangannya. Semuanya tampak santai. Kecuali Akhdan, ia berkomat-kamit, mengangkat tangannya. Berharap Tuhan kan mengirim malaikat nya untuk menjadi penolong dalam perang ini. Mukanya serius menyapa soal-saol olimpiade fisika. Dia bersalaman dengan gemetar, gugup, salting atau apapun itu namanya. Maklum, ini kali pertamanya berpapasan dengan olimpiade fisika. Sebelumnya mana pernah, tapi sekarang ? Rupanya ia sudah agak piawai memainkan rumus-rumus fisika. Soal-demi soal ia lahap dengan gesit. keningnya berkerut, oatknya memutar rekaman materi yang usdah ia hapal sebelumnya. Dua jam berlalu, ia keluar ruangan.
**
Akhdan tampil paling depan bersama kakaknya. Matanya menatap gerakan mulut sang moderator, telinganya mendengar setiap nama yang disebutkan moderator. Berharap ada satu nama yang sudah tak asing lagi di pendengarannya, Akhdan Rifa'i. Namun, di tengah pembicaraan sang moderator. Jantungnya mengetuk-ngetuk keras. Matanya tak berkedip. Lidahnya tiba-tiba kelu. Lalu ia menoleh kepada seseorang di sampingnya. Hima tersenyum manis sambil menepuk bahu Akhdan. Ia membalas senyum kakanya dan bangkit dari posisi semula. Ia tampil di antara ketiga pemenang. Matanya bersinar kala menerima sebuah piala dan sebuah amplop coklat kecil.
" Lumayan, 400 ribu " Bisik hatinya Akhdan. Ia melihat lagi ke kakaknya. Hima tersenyum lebar mengacungkan ibu jarinya. Ia, di guyur air mata. Hatinya, bangga-takjub- heran melihat anak laki-laki itu berhasil menjadi pemenang. Lalu, Hima mencium krning adik kesayangannya itu.
" Akhdan udah nepatin janji. Sekarang giliran kaka nepatin janji " Ujar Akhdan sambil mengangkat amplop coklatnya. Hima hanya bisa terisak bangga melihat adiknya, lalu memeluk erat 
" Makasih de, makasih, makasih banyak " katanya. Akhdan juara dua.

**
Bersama sinar matahari yang menembus celah dinding dan jendela, seorang anak perempuan sibuk berias di depan cermin.
" Hemm... Hidungnya pesek, kacamatanya melorot mulu. haha " Ujar Akhdan cengengesan.
" Haha. kamu bisa saja de. Ini juga karena kamu " Balas Hima sambil memperbaiki letak kacamatanya.
Matahari bersinar terang, mengecup pagi dengan hangatnya. Alam pun tahu, mereka tengah bahagia.
Kakak beradik itu, jalan berdampingan kembali melewati pematang sawah yang menguning. Lalu menyapa capung juga burung-burung yang bersembunyi di balk ilalang. Dan mereka berbelok kekanan, melewati jalan raya menuuju gerbang sekolah masing-masimg.

" Darrrrrr...... !!! " tiba-tiba suara dentuman keras menjerit di udara. Lalu sebuah mobil bak kecil tampak oleng di tengah jalan. Hima dan Akhdan panik. Keduanya saling menyingkir. Namun mobil itu seakan tak bisa di negoisasi. Ia berjalan menembus jalur lalu menyeruduk mereka. Hima kebingungan. Kacamatanya merosot dari posisinya, dan tangan Hima spontan mencopotnya pelan. Mereka berlari menjauh. Namun sayang, kacamata Hima terjatuh ke aspal. Akhdan berbalik hendak menyelamatkan kacamatanya. Tapi, mobil itu terus berjalan cepat mendekati nya. Ia berhasil mengambil kacamatanya. Namun, kakinya tergilas. Hima  ngilu melihatnya. Ia meneriakkan nama adiknya “ Akhdan…Akhdan.. “ Akhdan pucat menahan sakit. darah berhamburan memaksa keluar. Kaki nya biru lebam. Akhdan meringis kesakitan. Ia menutupkan matanya sembari memberikan sebuah kacamata kepada Hima.
**
Inikah Harga kacamata bagi Akhdan ? Lebih dari nyawanya.
“ Aku rela tak melihat selamanya, daripada harus melihatmu seperti ini “ Ujar hima sambil terisak air mata. Debu pun menjadi saksi pengorbanan Akhdan 



Created by Puji Nur Ripha 
Bogor, Darul Muttaqien. 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS