Puji Nur Ripha. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

cerpen


SELEMBAR KAIN HIJAU
Hewan-hewan malam saling bersahutan di bawah langit Tuhan. Pun suara angin mendayu-dayu menambah keharmonisan sang malam.
Disaat yang lain terlelap, seorang hamba bersujud di sepertiga malam, ia merasa tenang dan tentram. Seakan rontok segala urusannya, pundaknya terasa ringan." Ya Allah, istiqomahkan aku " Hanya itu doanya. Rara, seorang mahasiswi universitas terkemuka di Bandung, usianya sekitar 19 tahun. Ia mengalami keguncangan yang dahsyat, hatinya kalut.
Setelah tahajud malam, ia tertegun. Bermuhasabah diri. Hatinya berzikir, namaun fikirannya melayang. Dia masih teringat ucapan mamanya.  “Buat apa kamu pake jilbab ?" Tanya mama.
"Kan aurat wanita harus di tutup ma" Jawabnya lembut.  "Bikin susah aja. Mau jadi apa kamu ? nyari kerja susah kalo pake jilbab" Cetus mama kasar. Rara terhenyak mendengar jawaban mamanya. Begitu mudahnya ia berkata seperti itu. Batinnya dilema. sebenarnya ia anak yang taat pada orang tua, tapi haruskah ia taat jika mereka memaksanya menanggalkan aurat. Seribu pertanyaan berkecamuk menyesakkkan dada. 
**
Matahari menyibak di ufuk timur. Kemarin biarlah mnjadi kenangan, hari ini adalah kesempatan. Setiap hari, Rara selalu berjilbab coklat yang sudah agak lusuh, warnanya sedikit memudar. Setiap hari pula ia harus menunggu jilbabnya kering sebelum berangkat ke kampus. Ya-mau gimana lagi ?. Pernah ia minta di belikan jilbab baru ke orang tuanya. Tapi apa boleh buat, mereka acuh, sama sekali tak peduli pintanya. Berkali-kali pula ia minta uang tambahan untuk membeli jilbab sendiri. Namun, mereka tetap enggan. Entah apa yang ada di dalam fikiran orang tuanya, hatinya beku. Tak senang melihat Rara berhijab.

Di kampus, kadang ia harus tahan mendengar olokan teman-temannya. Bercakap ini-itu tentang dirinya yang berubah. Tapi ia tak menghiraukan sama sekali. "Astagfirullahalaziim, Ya Rabb, istiqomahkan aku" kata-kata itu yang slalu ia ucapkan di saat keimanannya hampir tumbang. Ya. Kadang Rara merasa lelah dengan semua bebannya, ia ingin bebas seperti dahulu. Namun ia berfikir kembali, masa lalu ? tak jadi,ia sapu segala keraguannya. Rara meradang, tapi ia tetap mempertahanan jilbabnya.
**
Kemarau pamit, hujan mmengguyur daerah parahyangan itu setiap hari. Rara bingung, jilbab nya tak kunjung kering. Nekad ia meminjam jilbab sahabatnya. Syifa namanya, mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP. Kini kegiatan mereka bukan hanya jalan atau main saja. Mengkaji islam dan menghadiri majlis talim pun menjadi rutinitas wajib mereka.
Kepadanya, Rara menumpahkan keluh kesahnya, perjuangan dan rintangannya berhijab. Ia menangis di pelukan syifa. " Yang sabar yah Ra, kita harus tetap istiqomah" Pesan Syifa memberi semangat. Rara mengangguk pelan, tersenyum dengan air mata.

Mentari tak pernah bosan menyapanya, tersenyum, demi menguatkan iman Rara. Doa dan ikhtiar, itu yang menjadi rumus hidupnya. Ia slalu menyisihkan uang sakunya demi selembar kain untuk menutup aurat nya. Ia juga tak pernah bosan meyakinkan orangtuanya demi tersenyum melihat ia berhijab. Di sujud sepertiga malam, ia menambahkan doanya. “ Lunakkan hati orangtua ku, terangilah mereka "
**
Watu terus berputar. Dari detik ke menit, dari menit berlari ke jam, Lalu besinergis membentuk hari, kemudian bertumpuk hingga berbulan-bulan. Rara merembahkan tubuhnya di atas ranjang. Hari ini,  ia genap berusia 20 tahun, ia bersyukur masih di beri waktu untuk memeperbanyak sujud. Tapi, raut muka Rara tampak sendu. Ia ingin terpejam melepaskan semua yang berkecamuk di kepalanya, tapi ia tak bisa. Ia menatap kosong keluar jendela. Tapi tatapannya sirna ketika mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia buka perlahan, dan mendapati mamanya yang tengah berdiri. Ditangannya terdapat kotak kecil yang terbungkus rapi dengan kertas berwarna silver. Mama tersenyum manis melihat Rara, 
" Selamat ulang tahun anakku sayang " ujar mama seraya menyodorkan kotak itu. Rara menganga, ia kaget. Baru pertama kali mendapat kado dari mamanya. Tapi, di wajahnya tampak garis-garis kebahagian. Raut mukanya seketika berubah ketika membuka kotak itu. Ia terharu, hatinya basah. Kotak itu berisi selembar kain hijau bermotif bunga-bunga di Pinggirnya. Selembar kain itu-kain yang dinantikannya berbulan-bulan. kain yang akan di gunakan untuk menjaga kehormatannya. Rara tesenyum lalu memeluk mamanya. Ia menangis sambil bersujud syukur. “ Terimakasih mama “ Jawabnya.

Alam pun berseru. Mungkin ini adalah buah atas keistiqomahannya, atau mungkin jawaban atas sujud sepertiga malamnya, mungkin juga hadiah dari kesabarannya. Dan senjapun bertasbih menyaksikan semua itu. 

created by Puji Nur Ripha 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Cerpen

30 Juz Untuk CInta

Gerimis kecil beruntuhan menyentuh bumi selatan. Langit menggantungkan awan sendu. Seorang laki-laki bercelana hitam, kemeja kotak-kotak merah. Tampak menjinjitkan kakinya. Ia berlari ke arah halte bus di sebrang jalan. Laki-laki itu merapikan kemejanya, mengusir air yang menempel. Ia berdiri di ujung pembatas jalan. Lalu mendongakkan kepalanya ke kanan. Hatinya kesal, bis yang hendak ia tumpangi tak kunjung datang. Ia duduk, berdiri lagi, mendongak ke kanan lagi. " Ahh... belum datang juga" Batinnya kesal. Iseng, dia melayangkan pandangan ke arah kiri. Dalam rintikan air hujan, tampak sebuah mushala kecil yang sudah agak tua. Dindingnya putih kusam, pagarnya berkarat dan di atapnya terdapat sebuah kubah hijau gelap.

"Deg" Jantungnya berdetak keras. Dia ingat, hari ini dia belum shalat duha. Di lihatnya jam yang melingkar di lengannya. Jarum pendek menunjuk ke angka 9 dan jarum panjang nya bertengger di angka 5. Ia berlari secepat kilat ke arah kiri, lalu belok sedikit menuju mushola tua tadi.
Langsung, ia meneyerbu jajaran keran di samping pagar. 

" Trrrr " keran dinyalakan. Ia merasa sesuatu yang luar biasa. Dingin di musim hujan, membuat air ditengah kota terasa seperti di mata air pegunungan. Jernih, bersih, segar. 

"Brrr" air wudlu itu berhamburan menyentuh kulitnya yang sawo matang. Ia bergidik sendiri menahan dingin. Belum lagi,kemejanya yang sudah agak kuyup, membuat suhu di tubuhnya semakin melorot. Laki-laki berkemeja merah itu, melangkah naik ke musahala. Ternyata luas, tapi sepi. Sangat sepi. Ia sadar, ini bukan waktu shalat berjamaah. Namun, secepat mata memandang, ia melihat seseorang bermukena biru, tampak bersujud di atas sajadah. Gerakannya anggun, tapi nampak khusyuk melaksanakan shalatnya. Sejenak hatinya berdesir, ia terkesiap. "Siapakah perempuan yang tengah sujud itu?" Tanya hatinya lembut. Namun, segera ia menepis pertanyaannya. Ia beristigfar memuji Asma Tuhannya. Langsung, ia bertakbir melaksanakan duha-nya. Surat As-Syam, ia lantunkan di awal Rakaat. Lalu surat Ad-Duha menyusul di rakaat ke dua. Ia salam dan berdoa " Allahumma innadduha-Adduhauka..." . Tak sengaja, ia melirik perempuan itu lagi, Ia tampak khusyuk berzikir, menggerakkan kedua tangannya memutar tasbih yang menggantung di jarinya.Laki-laki itu tersenyum kecil, dan segera bangkit.
Ia duduk di anak tangga. Berniat menunggu perempuan yang sejak dari tadi khusyuk ber-duha. Lama ia menunggu,lalu menoleh ke belakang, perempuan itu tampak tenang membaca Al-Quran. Hatinya semakin penasaran. Pertanyaannya kembali terulang. 

" Siapakah ? siapakah ? ..." Namun, Pertanyaannya tak terjawab sama sekali. Sang Perempuan tak beringsut sedikitpun dari duduknya. 

Akhirnya ia pulang. Di mushala tua itu, ia meninggalkan beribu pertanyaan yang tak terjawab.
Esoknya,ia kembali lagi ke mushala. Keadaannya sama seperti kemarin. Hanya ada satu perempuan bermukena biru di sudut kiri. Ia tetap khusyuk bertasbih. Lalu setiap hari ia melaksanakan duha di mushala kecil itu. Berkali-kali ia menunggu, berkali-kali pula hasilnya nihil. Perempuan itu tak pernah beringsut dari duduknya sama sekali. Ia semakin penasran, Mau tidak mau, ia jadi kagum pada perempuan di sudut kiri itu.
Laki-laki berkemeja merah, duduK manis di sudut kanan sambil membaca Alquran. Sesekali ia melirik ke perempuan itu. Namun, tiba-tiba hatinya resah, jantungnya berdebar sangat kencang, Darahnya terasa menguap seluruhnya. Ia melihat permpuan itu tengah salam ke kanan. Dan sejenak, retina matanya menangkap bayangan wajah perempuan bermukena biru itu. Ia tampak bercahaya, bibirnya merah manis, alisnya tebal, bulu matanya lentik. Namun lak-laki itu  terlihat menggerutu, seakan menyesal telah melihatnya. Walau hanya sekilas. Segera ia menundukkan pandangan. Dalam hatinya berbisik "Alangkah indahnya perempuan itu" Tapi ia segera menepis. Beristigfar memohon ampun kepada Penciptanya.
Laki-laki itu bertahajud, hajat dan istikhoroh. Ia mohon ampun atas keresahan hatinya memikirkan perempuan duha itu. 

Di istikhorohnya, ia menitipkan doanya. Mohon petunjuk tentang perempuan yang meresahkannya itu. Diam-diam, ia jatuh hati. 

Matanya terpejam di bawa oleh suara-suara malam mencekam. Dalam mimpinya, ia bertemu dengan gadis duha itu. Mereka saling berpandangan lalu bungkam.

Paginya, ia kembali ber-duha di mushala seperti biasa. Sengaja, ia tiba lebih awal dari biasanya. Berharap, ia bisa bersapa dengan gadis itu. " Fiuh... " Ia menghela nafas kala melihat ke dalam. Tak ada siapa-siapa. Itu berarti, sang gadis duha-nya belum tiba. Ia menunggu di anak tangga sambil membaca buku. Lama ia menunggu, hatinya jadi resah. Perempuan itu belum datang juga. Sudah masuk waktu zuhur, perempuan itu tak datang-datang. Besoknya, ia datang lagi, tapi hasinya sama. Nihil. Berhari-hari ia menunggu, perempuan itu tak kunjung datang. Hatinya semakin gundah gulana. Resah tak menentu. Setiap hari ia menunggu, setiap hari pula ia menahan kecewa.



Jumat pagi, ia kembali duduk di anak tangga. Ia mendapati bapak tua yang tengah menyapu di halaman. Matanya sayu, rambutnya sedikit beruban. seketika ia mendekat, lalu duduk di samping laki-laki itu.                                                                         "Ade ini menunggu siapa? ko ya saya lihat, resah sekali" Tanya bapak tua sambil menyimpan sapu di pangkuannya.

"Hemm..." Laki-laki itu tersenyum kecil. " Sebenarnya...sebenarnya, saya-menunggu perempuan yang biasanya shalat duha di situ, pak! " lanjutnya sambil menunjuk ke sudut kiri mushala.

" Ade mengenalnya?"                                                                                                        "Tidak" laki-laki itu menggeleng.
"Lalu ?" tanya nya lagi.
"Entah kenapa hati saya jadi tak enak setelah melihatnya. saya... saya jatuh hati" Jawabnya.
Bapak tua tersenyum ramah. Lalu bertanya lagi.
"Apa yang membuat ade jatuh hati padanya?"
"Ketaatannya, keikhlasan dan keistiqomahan pada Tuhannya" Jawabnya sambil menerawang.
"Ade akan menikahinya?"
" Insya Allah pa, saya sudah beristikhoroh, dia datang dalam mimpi saya"
"haha. Ade ini punya apa mau menikahinya?" Bapak tua tertawa tak percaya.
Laki-laki itu terkesiap. Diam sejenak, lalu tersenyum sambil berakata " Akan kujadikan hafalanku sebagai mahar" 
"Berapa ayat yang kau hafal?" Tanyanya penasaran.
"30 juz" tegas laki-laki itu. 
Bapak tua tersenyum puas.
"Datangilah orangtuanya"
Ujar nya sambil menyodorkan sebuah kertas berisi nama jalan dan nomer rumah.
Di saat Takbir membahana di setiap sudut bumi, Seorang laki-laki tampak bersujud tak henti-henti. Hujan kembali mengguyur, ia menghitung rintikan hujan dalam hati yang penuh tasbih


created by Puji Nur Ripha 

Darul Muttaqien 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Laporan observasi

LAPORAN BAHASA INDONESIA MENEROKA MASJID SMA DWIWARNA

Identitas observasi: -     Puji Nur Ripha
-       Refira Triandisti Putri
-       M. Irsyad
-       Adly Syaqil
Pelaksanaan obserfasi: Senin, 15 Juli 2013
Tempat observasi: Masjid SMA Dwiwarna
Objek observasi: Benda hidup dan benda mati yang ada di masjid
Alat dan bahan: Buku, pensil, bolpoin, dan laptop
Langkah-langkah dalam mengobserfasi:
1.    Menentukan objek yang akan diobservasi
2.    Menyusun pertanyaan tentang objek dengan mengacu pada 5W + 1H
3.    Menggolongkan benda-benda yang ada di masjid
4.    Mencari data tentang masjid SMA Dwiwarna
5.    Menyusun laporan hasil observasi

Data observasi: 5W + 1H

1.    Apa nama masjid SMA Dwiwarna?
Hikmatul Ilmi. Yang artinya, hikmahnya ilmu.
      2. Kapan masjid ini dibangun?
Perencanaannya pada tahun 1999 dan mulai dibangun pada tahun 2001.
  3. Siapa ketua DKM?
Bapak Umang Umarela S.pd
      4. Mengapa masjid ini dibangun?
Untuk meningkatkan ukhuah islamiah juga merupakan sentral peningkatan dan pengkajian agama Islam serta untuk tempat ibadah masyarakat sekitar.
      5. Dimana letak masjid SMA Dwiwarna?
Masjid ini berada ditengah-tengah kawasan SMA Dwiwarna. Sentral antara gedung sekolah dan asrama putri.
      6.   Bagaiman memperoleh barang-barang yang di Masjid?
Rata-rata barang diperoleh dari sumbangan para murid maupun sivitas dan kas masjid.

Penggolongan benda yang ada di Masjid:

1.    Benda Hidup:
-       Semut
-       Kupu-kupu
-       Nyamuk
-       Burung
-       Jamaah masjid
-       Petugas masjid
2.    Benda Mati:
-       Al-Quran
-       Lemari
-       Mimbar
-       Sajadah
-       Meja
-       Mik
-       Loker
-       Kipas angin
-       Tempat wudhu
-       Batu
-       Sepatu

Pertanyaan-pertanyaan
1)    Apakah benda hidup dan benda mati saling bergantung?
Menurut kami, benda hidup dan benda mati saling bergantung satu sama lain karena makhluk tak akan bisa hidup sendiri tanpa benda mati seperti manusia membutuhkan air, udara, api, tanah. Dan sebaliknya benda mati tak akan bisa berguna tanpa adanya makhluk hidup seperti tanah membutuhkan tanaman. Tanpa ada tanaman, tanah akan menjadi gersang.

2)    Apa persamaan dari mengelompokan?
Mengklasifikasi, menggolongkan.

3)    Termasuk kelompok apakah manusia?
 Makhluk Hidup.

4)    Termasuk kelompok apakah binatang?
Makhluk hidup

Ciri-ciri makhluk hidup:
·         Bernafas
·         Bergerak
·         Bereksresi
·         Membutuhkan nutrisi/makanan

5)    Ada anggapan bahwa manusia adalah bintang yang dapat berfikir. Apakah maksud ungkapan tersebut? Mengapa ada anggapan demikian?
Ada sebagian ilmuwan mengatakan bahwa manusia adalah binatang namun ada juga yang menentang asumsi tersebut. Jadi jika dilihat dari pengklasifikasian makhluk hidup manusia termasuk kedalam jenis mamalia atau hewan

Kesimpulan :
Benda dikelompokkan menjadi benda hidup dan benda mati. Penggolongan tersebut didasari pada sifat masing-masing.

Sumber informasi:
            www.google.com dan Pengamatan objek secara langsung.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Asa ku hilang

Aku menatap langit yang membentang luas
Bintang-bintang bertaburan saling mengedipkan mata lentiknya
rupanya dia menghiburku
Namun sayang semua sia-sia
aku sudah terlanjur mengangkasa ke dalam orbit galaksi bima sakti
aksioma-aksioma itu kini mulai mengembang dan mengusik kalbbu
aku berada dalam kebimbangan yang luar biasa hebat
mungkin aku gila
ya, aku gila
 Ya Rabb ampuni hambamu yang mulai resah
Bukan aku takbersyukur ada ditempat ini
Namun aku benar-benar bimbang kali ini

Semangat yang dulu mengepal keras
kini mulai menguap
sedikit-demi sedikit asap kebimbangan mengepul di udara
Hati ini begitu resah
sesak oleh beban yang memaksa ingin keluar
Aku tiada berdaya
Asaku hilang diterpa angin topan 



created by Puji Nur Ripha 
Darul Muttaqien 2012

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Rindu

Entah sudah keberapa kali rindu ini menjemputku lagi
Dia hadir lalu tersenyum padaku.
senyumnya manis sekali
aku menyentuhnya
ingin rasanya aku memeluknya
namun sayang rindu itu  menghilang di bawa angin malam yang mengering
Dikala hujan pun turun kau hadir menyapaku lagi
asaku menyengat entah kesekian kali
aku berlari menjemputmu
kau pergi lagi
Aku sendiri menantimu di ujung balkon
kau tak hadir jua
Entah keberapa kali rindu ini menepi di ujung hati.
Melukis pena diatas jemari
kian hari kian malam
aku duduk menantimu datang
menangis  tersedu pada malam
meringkik kedinginan diatas salju
menjerit doa di ulu kalbu
kau tak datang lagi.
Rindu ini kian menepi menyayat luka yang merana.
entah keberapa kali rindu ini menepi diujung hati

Created by Puji Nur Ripha
Bogor, 28 july 2013 - 4 : 30 AM ( Dwiwarna)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Makna hidup


HIDUP. Begitu sulit menafsirkan kata itu. Sulit untuk di terjemahkan ataupun di interpretasikan. Aku menemukan nya dikala aku  berjalan  di tengah angan, memutar sandiwara ke hulu muara, Tak tentu arah tujuan, ya. Aku menemukannya dikala aku menutup mata, menyusuri jalan kegelapan di tengah lautan yang sepi. Aku bertemu dengannya. Di situlah, di tempat itulah pertemuanku.
           HIDUP.  Dia bersembunyi di balik batu karangyang mengembang, menghampiriku, menyapaku, menggenggam tanganku. Dia tersenyum lalu menghilang. Kemana lagi aku mencari, aku sendiri lagi. Ku cari lagi, di datang lagi tapi dia menangis. Matanya sayu, kepalanya tertunduk lemas. Dia tak menyapaku, tak senyum padaku.
          HIDUP. Aku bertemu lagi dengannya, aku menyapanya, menggenggam tangannya. Mengajaknya menari di atas kanvas nya. Aku tersenyum melihat dia tersenyum. Dia menari dengan indah di atas kain sutra bealaskan embun pagi. Menyulam samudra berhiaskan permata indah yang bersinar menyilaukan mata yang memandangnya.
          HIDUP. Lalu dia berdiri tersenyum menggenggamku. Kita berjalan kembali berdua di atas jalan penuh bunga merona menyebar kesegala arah. Kita tersenyum indah diatas perahu emas yang berlayar dengan santainya.
Created Puji Nur Ripha
Bogor 2013

          

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Sinopsis Novel

SINOPSIS RANTAU 1 MUARA


Judul              : Rantau 1 Muara
Pengarang    : Ahmad Fuadi
Penerbit         : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal              :  407 halaman
Cetakan         : Pertama, Mei 2013
ISBN               : 978-979-22-9473-6




Rantau 1 Muara merupakan trilogi dari novel Negri 5 Menara dan Ranah 3 Warna.
Alif lulus dari Universitas Padjajaran Bandung dengan nilai yang sangat memuaskan. Tentunya ia yakin perusahaan akan berlomba mendapatkannya. Namun, ia di wisuda di waktu yang kurang tepat. Pada saat itu, di akhir  tahun 90-an,  Indonesia mengalami krisis moneter sehingga ia kesulitan mencari pekerjaan. Berkali-kali ia mengirim lamaran pekerjaan, namun hasilnya nihil. Ia mengalami kegalauan yang sangat hebat. Di sisi lain ia juga harus membiayai amak dan adik-adiknya.
Setitik sinar  muncul ketika Alif  diterima menjadi wartawan di sebuah majalah terkenal di Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan seorang gadis yang dulu pernah dia curigai. Gadis itu bernama Dinara yang ternyata adalah temannya Raisa. Lambat laun hatinya tertarik pada Dinara.
 Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa ke Washington DC, dia kuliah sambil bekerja menjual tiket. Di sana ia bertemu dengan Garuda, ia orang Indonesia asli orang Jawa. Bersamanya ia tinggal di Amerika. Dia sangat menyayangi alif layaknya adik sendiri. Cerita-ceritanya sangat menginspirasi Alif. Baik itu cerita tentang keluarganya ataupun tentang calon istrinya.
Dari situ akhirnya alif mulai berfikiran untuk melamar gadis pujaan hatinya, Dinara. Proses pendekatan kepada papa nya Dinara, itu yang paling sulit. Karena awalnya papa nya Dinara tak merestui hubungan mereka. Namun Alif  tak pernah menyerah, ia terus berusaha menarik hati papanya. Yang pada akhirnya merestuinya.
Dengan penuh semangat, Alif terbang dari Amerika menuju Indonesia. Hal yang paling dinantinya akhirnya tiba juga. Ia menikah dengan Dinara.
Usai pernikahan, mereka terbang lagi ke Amerika, dari situ mereka menjalani hidup yang penuh luka-liku di Amerika. Dinara menjadi wartawan  di sebuah majalah terkemuka di Amerika, lalu setelah lulus kkuliah Alif menyusul Dinara. Mereka hidup bahagia, gaji yang besar membuat mereka mudah melakukan apapun di Amerika. Pun cita-citanya untuk membantu Amak dan adik-adiknya di kampung tercapai jua. Mereka jujga mampu menjadi wartawan yang paling berprestasi, mampu menjadi wartawan teladan bagi semua wartawan di majalah tersebut. Sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Garuda, yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri menjadi korban peristiwa tersebut. Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya.
Mantra ketiga "man saara ala darbi washala" ( siapa yang berjalan di jalannya akan sampai pada tujuan ) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan
“ Hidupku kini ibarat mengayuh biduk membelah samudera hidup. Selamanya akan naik turun dilamun gelombang dan ditampar badai. Tapi aku tidak akan merengek pada air, pada angin, dan pada tanah. Yang membuat aku kukuh adalah  aku tahu kemana tujuan akhirku di ujung cakrawala.” (hal. 395)


Created  by Puji Nur Ripha
Dwiwarna 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS