30 Juz Untuk CInta
Gerimis
kecil beruntuhan menyentuh bumi selatan. Langit menggantungkan awan sendu.
Seorang laki-laki bercelana hitam, kemeja kotak-kotak merah. Tampak
menjinjitkan kakinya. Ia berlari ke arah halte bus di sebrang jalan. Laki-laki
itu merapikan kemejanya, mengusir air yang menempel. Ia berdiri di ujung
pembatas jalan. Lalu mendongakkan kepalanya ke kanan. Hatinya kesal, bis yang
hendak ia tumpangi tak kunjung datang. Ia duduk, berdiri lagi, mendongak ke
kanan lagi. " Ahh... belum datang juga" Batinnya kesal. Iseng, dia
melayangkan pandangan ke arah kiri. Dalam rintikan air hujan, tampak sebuah mushala
kecil yang sudah agak tua. Dindingnya putih kusam, pagarnya berkarat dan di
atapnya terdapat sebuah kubah hijau gelap.
"Deg" Jantungnya berdetak keras. Dia ingat, hari ini dia belum shalat
duha. Di lihatnya jam yang melingkar di lengannya. Jarum pendek menunjuk ke
angka 9 dan jarum panjang nya bertengger di angka 5. Ia berlari secepat kilat
ke arah kiri, lalu belok sedikit menuju mushola tua tadi.
Langsung,
ia meneyerbu jajaran keran di samping pagar.
" Trrrr " keran
dinyalakan. Ia merasa sesuatu yang luar biasa. Dingin di musim hujan, membuat
air ditengah kota terasa seperti di mata air pegunungan. Jernih, bersih, segar.
"Brrr" air wudlu itu berhamburan menyentuh kulitnya yang sawo matang.
Ia bergidik sendiri menahan dingin. Belum lagi,kemejanya yang sudah agak kuyup,
membuat suhu di tubuhnya semakin melorot. Laki-laki berkemeja merah itu,
melangkah naik ke musahala. Ternyata luas, tapi sepi. Sangat sepi. Ia sadar,
ini bukan waktu shalat berjamaah. Namun, secepat mata memandang, ia melihat
seseorang bermukena biru, tampak bersujud di atas sajadah. Gerakannya anggun,
tapi nampak khusyuk melaksanakan shalatnya. Sejenak hatinya berdesir, ia terkesiap.
"Siapakah perempuan yang tengah sujud itu?" Tanya hatinya lembut.
Namun, segera ia menepis pertanyaannya. Ia beristigfar memuji Asma Tuhannya.
Langsung, ia bertakbir melaksanakan duha-nya. Surat As-Syam, ia lantunkan di
awal Rakaat. Lalu surat Ad-Duha menyusul di rakaat ke dua. Ia salam dan berdoa
" Allahumma innadduha-Adduhauka..." . Tak sengaja, ia melirik
perempuan itu lagi, Ia tampak khusyuk berzikir, menggerakkan kedua tangannya
memutar tasbih yang menggantung di jarinya.Laki-laki itu tersenyum kecil, dan
segera bangkit.
Ia
duduk di anak tangga. Berniat menunggu perempuan yang sejak dari tadi khusyuk
ber-duha. Lama ia menunggu,lalu menoleh ke belakang, perempuan itu tampak
tenang membaca Al-Quran. Hatinya semakin penasaran. Pertanyaannya kembali terulang.
" Siapakah ? siapakah ? ..." Namun, Pertanyaannya tak terjawab sama
sekali. Sang Perempuan tak beringsut sedikitpun dari duduknya.
Akhirnya ia pulang. Di mushala tua itu, ia meninggalkan beribu pertanyaan yang tak terjawab.
Esoknya,ia
kembali lagi ke mushala. Keadaannya sama seperti kemarin. Hanya ada satu
perempuan bermukena biru di sudut kiri. Ia tetap khusyuk bertasbih. Lalu setiap
hari ia melaksanakan duha di mushala kecil itu. Berkali-kali ia menunggu,
berkali-kali pula hasilnya nihil. Perempuan itu tak pernah beringsut dari
duduknya sama sekali. Ia semakin penasran, Mau tidak mau, ia jadi kagum pada perempuan
di sudut kiri itu.
Laki-laki berkemeja merah, duduK manis di sudut kanan sambil membaca Alquran. Sesekali ia melirik ke
perempuan itu. Namun, tiba-tiba hatinya resah, jantungnya berdebar sangat
kencang, Darahnya terasa menguap seluruhnya. Ia melihat permpuan itu tengah salam
ke kanan. Dan sejenak, retina matanya menangkap bayangan wajah perempuan
bermukena biru itu. Ia tampak bercahaya, bibirnya merah manis, alisnya tebal, bulu
matanya lentik. Namun lak-laki itu terlihat
menggerutu, seakan menyesal telah melihatnya. Walau hanya sekilas. Segera ia
menundukkan pandangan. Dalam hatinya berbisik "Alangkah indahnya perempuan
itu" Tapi ia segera menepis. Beristigfar memohon ampun kepada Penciptanya.
Laki-laki
itu bertahajud, hajat dan istikhoroh. Ia mohon ampun atas keresahan hatinya
memikirkan perempuan duha itu.
Di istikhorohnya, ia menitipkan doanya. Mohon
petunjuk tentang perempuan yang meresahkannya itu. Diam-diam, ia jatuh hati.
Matanya terpejam di bawa oleh suara-suara malam mencekam. Dalam mimpinya, ia
bertemu dengan gadis duha itu. Mereka saling berpandangan lalu bungkam.
Paginya, ia
kembali ber-duha di mushala seperti biasa. Sengaja, ia tiba lebih awal dari
biasanya. Berharap, ia bisa bersapa dengan gadis itu. " Fiuh... " Ia
menghela nafas kala melihat ke dalam. Tak ada siapa-siapa. Itu berarti, sang
gadis duha-nya belum tiba. Ia menunggu di anak tangga sambil membaca buku.
Lama ia menunggu, hatinya jadi resah. Perempuan itu belum datang juga. Sudah
masuk waktu zuhur, perempuan itu tak datang-datang. Besoknya, ia datang lagi,
tapi hasinya sama. Nihil. Berhari-hari ia menunggu, perempuan itu tak kunjung
datang. Hatinya semakin gundah gulana. Resah tak menentu. Setiap hari ia
menunggu, setiap hari pula ia menahan kecewa.
Jumat
pagi, ia kembali duduk di anak tangga. Ia mendapati bapak tua yang tengah
menyapu di halaman. Matanya sayu, rambutnya sedikit beruban. seketika ia
mendekat, lalu duduk di samping laki-laki itu. "Ade
ini menunggu siapa? ko ya saya lihat, resah sekali" Tanya bapak tua sambil
menyimpan sapu di pangkuannya.
"Hemm..." Laki-laki itu tersenyum kecil. " Sebenarnya...sebenarnya,
saya-menunggu perempuan yang biasanya shalat duha di situ, pak! "
lanjutnya sambil menunjuk ke sudut kiri mushala.
" Ade mengenalnya?"
"Tidak" laki-laki itu
menggeleng.
"Lalu ?" tanya nya lagi.
"Entah kenapa hati saya jadi tak enak setelah melihatnya. saya... saya
jatuh hati" Jawabnya.
Bapak tua tersenyum ramah. Lalu bertanya lagi.
"Apa yang membuat ade jatuh hati padanya?"
"Ketaatannya, keikhlasan dan keistiqomahan pada Tuhannya" Jawabnya
sambil menerawang.
"Ade akan menikahinya?"
" Insya Allah pa, saya sudah beristikhoroh, dia datang dalam mimpi
saya"
"haha. Ade ini punya apa mau menikahinya?" Bapak tua tertawa tak
percaya.
Laki-laki itu terkesiap. Diam sejenak, lalu tersenyum sambil berakata "
Akan kujadikan hafalanku sebagai mahar"
"Berapa ayat yang kau hafal?" Tanyanya penasaran.
"30 juz" tegas laki-laki itu.
Bapak tua tersenyum puas.
"Datangilah orangtuanya"
Ujar nya sambil menyodorkan sebuah kertas berisi nama jalan dan nomer rumah.
Di saat Takbir membahana di setiap
sudut bumi, Seorang laki-laki tampak bersujud tak henti-henti. Hujan kembali
mengguyur, ia menghitung rintikan hujan dalam hati yang penuh tasbih
created by Puji Nur Ripha
Darul Muttaqien 2013
0 komentar:
Posting Komentar