Puji Nur Ripha. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

cerpen


SELEMBAR KAIN HIJAU
Hewan-hewan malam saling bersahutan di bawah langit Tuhan. Pun suara angin mendayu-dayu menambah keharmonisan sang malam.
Disaat yang lain terlelap, seorang hamba bersujud di sepertiga malam, ia merasa tenang dan tentram. Seakan rontok segala urusannya, pundaknya terasa ringan." Ya Allah, istiqomahkan aku " Hanya itu doanya. Rara, seorang mahasiswi universitas terkemuka di Bandung, usianya sekitar 19 tahun. Ia mengalami keguncangan yang dahsyat, hatinya kalut.
Setelah tahajud malam, ia tertegun. Bermuhasabah diri. Hatinya berzikir, namaun fikirannya melayang. Dia masih teringat ucapan mamanya.  “Buat apa kamu pake jilbab ?" Tanya mama.
"Kan aurat wanita harus di tutup ma" Jawabnya lembut.  "Bikin susah aja. Mau jadi apa kamu ? nyari kerja susah kalo pake jilbab" Cetus mama kasar. Rara terhenyak mendengar jawaban mamanya. Begitu mudahnya ia berkata seperti itu. Batinnya dilema. sebenarnya ia anak yang taat pada orang tua, tapi haruskah ia taat jika mereka memaksanya menanggalkan aurat. Seribu pertanyaan berkecamuk menyesakkkan dada. 
**
Matahari menyibak di ufuk timur. Kemarin biarlah mnjadi kenangan, hari ini adalah kesempatan. Setiap hari, Rara selalu berjilbab coklat yang sudah agak lusuh, warnanya sedikit memudar. Setiap hari pula ia harus menunggu jilbabnya kering sebelum berangkat ke kampus. Ya-mau gimana lagi ?. Pernah ia minta di belikan jilbab baru ke orang tuanya. Tapi apa boleh buat, mereka acuh, sama sekali tak peduli pintanya. Berkali-kali pula ia minta uang tambahan untuk membeli jilbab sendiri. Namun, mereka tetap enggan. Entah apa yang ada di dalam fikiran orang tuanya, hatinya beku. Tak senang melihat Rara berhijab.

Di kampus, kadang ia harus tahan mendengar olokan teman-temannya. Bercakap ini-itu tentang dirinya yang berubah. Tapi ia tak menghiraukan sama sekali. "Astagfirullahalaziim, Ya Rabb, istiqomahkan aku" kata-kata itu yang slalu ia ucapkan di saat keimanannya hampir tumbang. Ya. Kadang Rara merasa lelah dengan semua bebannya, ia ingin bebas seperti dahulu. Namun ia berfikir kembali, masa lalu ? tak jadi,ia sapu segala keraguannya. Rara meradang, tapi ia tetap mempertahanan jilbabnya.
**
Kemarau pamit, hujan mmengguyur daerah parahyangan itu setiap hari. Rara bingung, jilbab nya tak kunjung kering. Nekad ia meminjam jilbab sahabatnya. Syifa namanya, mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP. Kini kegiatan mereka bukan hanya jalan atau main saja. Mengkaji islam dan menghadiri majlis talim pun menjadi rutinitas wajib mereka.
Kepadanya, Rara menumpahkan keluh kesahnya, perjuangan dan rintangannya berhijab. Ia menangis di pelukan syifa. " Yang sabar yah Ra, kita harus tetap istiqomah" Pesan Syifa memberi semangat. Rara mengangguk pelan, tersenyum dengan air mata.

Mentari tak pernah bosan menyapanya, tersenyum, demi menguatkan iman Rara. Doa dan ikhtiar, itu yang menjadi rumus hidupnya. Ia slalu menyisihkan uang sakunya demi selembar kain untuk menutup aurat nya. Ia juga tak pernah bosan meyakinkan orangtuanya demi tersenyum melihat ia berhijab. Di sujud sepertiga malam, ia menambahkan doanya. “ Lunakkan hati orangtua ku, terangilah mereka "
**
Watu terus berputar. Dari detik ke menit, dari menit berlari ke jam, Lalu besinergis membentuk hari, kemudian bertumpuk hingga berbulan-bulan. Rara merembahkan tubuhnya di atas ranjang. Hari ini,  ia genap berusia 20 tahun, ia bersyukur masih di beri waktu untuk memeperbanyak sujud. Tapi, raut muka Rara tampak sendu. Ia ingin terpejam melepaskan semua yang berkecamuk di kepalanya, tapi ia tak bisa. Ia menatap kosong keluar jendela. Tapi tatapannya sirna ketika mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia buka perlahan, dan mendapati mamanya yang tengah berdiri. Ditangannya terdapat kotak kecil yang terbungkus rapi dengan kertas berwarna silver. Mama tersenyum manis melihat Rara, 
" Selamat ulang tahun anakku sayang " ujar mama seraya menyodorkan kotak itu. Rara menganga, ia kaget. Baru pertama kali mendapat kado dari mamanya. Tapi, di wajahnya tampak garis-garis kebahagian. Raut mukanya seketika berubah ketika membuka kotak itu. Ia terharu, hatinya basah. Kotak itu berisi selembar kain hijau bermotif bunga-bunga di Pinggirnya. Selembar kain itu-kain yang dinantikannya berbulan-bulan. kain yang akan di gunakan untuk menjaga kehormatannya. Rara tesenyum lalu memeluk mamanya. Ia menangis sambil bersujud syukur. “ Terimakasih mama “ Jawabnya.

Alam pun berseru. Mungkin ini adalah buah atas keistiqomahannya, atau mungkin jawaban atas sujud sepertiga malamnya, mungkin juga hadiah dari kesabarannya. Dan senjapun bertasbih menyaksikan semua itu. 

created by Puji Nur Ripha 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar