Ketika hati tak mampu berkata
secara lisan, di situlah pena berbicara pada kertas. Seorang anak duduk disebuah kursi belajarnya. Mukanya
merah padam, matanya tirus. Hatinya meraung keganasan. Penanya menari dengan
gagah gesit, seakan bercerita tentang seekor harimau yang tengah berburu
mangsanya. Tiba-tiba ia menjerit, jeritannya membelah sudut ruangan, kertas nya
di rebok lalu di buang. Di malam yang sepi, sebuah suara sandal terdengar nyaring di atas lantai, langkahnya semakin
mendekat, semakin nyaring.
“ kreeeeeekkkkkk.... “Pintu
terbuka pelan, seseorang berpiyami biru, datang menghampirinya.
“ KLIK “ ia mematikan lampu, “
This time for sleeping, no body screaming here “ kecamnya
“I HATE YOU, GO AWAY FROM ME !”
anak itu tambah meraunng, mukanya masam. Lalu membanting pintu. Ia berbaring di
ranjang di temani raja setan yang ganas. Hatinya marah, sangat marah
Pagi yang indah, ya... seharusnya
indah karena ini hari libur, semua orang menikmatinya dengan gembira, seakan
tak mau ketingalan. Tapi tidak bagi Halley, ia bangun pagi-pagi dan langsung
berpakaian serba rapi,mamanya menyuruhnya pergi untuk berlatih
ketentaraan. Ia benci, ia tak
suka sama sekali, ia benci segala sesuatu yang berbau militer.
Halley. Sebaiknya kuceritakan
dulu siapa Halley. Ia seorang anak laki-laki berkebangsaan portugis. Matanya
bulat biru, hidungnya menjulang ke langit, rambutnya pirang-pirang ikal dan
tingginya sekitar 140 cm, ia anak pertama dari pasangan suami istri yang di
bilang cukup kaya. Papanya Mr. Phobos seorang astronot tingkat internasional,
dan sekarang tengah bertugas di NASA Amerika, dan mamanya Mrs. Aurora seorang
dokter bedah handal di Portugis, ia bekerja setiap hari di sebuah rumah sakit
terbesar di kota Lisbon. Sedangkan Halley ? ia terbengkalai di rumah, hidupnya
miris, ia kesepian. Hari-harinya selalu di titah oleh sebuah kertas yang
berjudul
“ Halley, this is schedule for
you on today “, dan dibariskannya seabrek kegiatan yang sudah bosan ia lakukan, mulai dari sekolah,
les musik, les belajar hingga
ketentaraan. Kadang ia merasa
hidupnya dikekang, otoriter. Tapi... memang seperti itu lah, pada dasrnya ia
dikekang, sangat dikekang. Sebenarnya, papanya baik. tak pernah mengekang sama
sekali. Tapi sayang, ia tak pernah ada di rumah, menjadi astronot bukan hal
yang gampang untuk berkumpul dengan keluarga , sedangkan ia tinggal dengan
mamanya, ia sangat otoriter, ia selalu mendoktrin Halley dengan keegoisannya,
Kala Halley tak melaksanakan satu titahnya, ia pasti tahu, karena guru-gurunya
melaporkan. Sungguh Halley geram dengan semua kehidupannya.
Sebenarnya ia pintar, bisa
dibilang sngat pintar mungkin, IQ nya mencapai
200 an, jauuuuuuh diatas rata-rata sekawannya. Berbagai medal dan piala
pun berhasil ia rebut dengan mudahnya, penghargaan demi penghargaan ia dapati
tiap hari. Semua orang pun iri terhadapnya. Tapi rupanya bukan itu yang ia
cari, Bukan sama sekali. Sampai saat ini ia masih belajar mencari makna hidup
yang sebenarnya. Ia merasa sendiri, ia tak membutuhkan segala kemewahannya,
kecerdasannya, yang ia butuhkan hanya satu.
“ Mam, Dad, i wanna you accompany
me at all my times “ Hanya itu, sangat simple, di usianya yang masih sangat
muda, ia belajar memaknai hidup, sendirian.
“ Wake up dear, this time for you
military course “ Mrs. Smith
membangunkan Halley sambil membuka tirai jendela.
“ Nooooooo..... i hate it. Leave
me right now “ Halley membuncah pagi itu.
Satu lagi, Mrs. Smith adalah
pembantu rumah tangga keluarga phobos, ia sudah sepuluh tahun kerja disitu.
Mrs. Smith sangat dekat dengan Halley, sudah dianggap anak mungkin.
“ Sarapan sudah siap tuan, lets
go !!!! “ Kata Mrs. Smith dengan nadanya yang selalu bersemangat.
Halley duduk sambil memajukan
mulutnya lima centi kedepan.
Setelah bersiap-siap ia duduk di
meja makan smabil mengunyah sandwich, Seperti biasa, di meja makan ia akan
bertemu dengan selembar kertas yang dikatanya
“ Burn paper “. Dia baca sekilas
lalu meremasnya.
“ kringgg.....kring.... ” suara
telepon menjerit di tengah ruangan. “ Hallo, dengan keluarga Phobos, Mrs. Smith
disini ada yang bisa saya bantu ? “ Mrs. Smith menjawab telepon. Sebentar ia
bercakap dengan orang di sebrang telepon, lalu ia melangkah mendekati Halley “
Mama mau bicara den “ Mrs. Smith menyodorkan gagang telepon kepada Halley.
“ What ? Mam ? I cant believe it.
Are u sure ? “ Halley keheranan, matanya Melotot, mulutnya menganga. Ini kali
pertama menerima telepon dari mamanya. Halley langsung merebut teleponnya.
“ Emm, alo Halley. Have you breakfast ? “ Suara mamanya
terdengar di balik telepon.
“ Yes mom, i have. Why ? “ Halley
menjawabnya dengan semangat.
“ Today, you military course
until 12 o’clock, and then you....”
“ YEAH I KNOW “ Halley memotong
pembicaraan mamanya, lalu mematikan teleponnya. “ klik “
Halley memberikannya kepada
Mrs. Smith
“ KRINGGGG............. “ Telepon
berbunyi lagi, Mrs. Smith menjawabnya lagi, namun tak lama ia berikan lagi
kepada Halley. Ia berteriak “KATAKAN PADANYA AKU SUDAH MEMBACA BURN PAPERNYA “
Halley berbicara sinis.
“ Bukan, ini bukan masalah
schedule itu “
“ AKU SUDAH MUAK DENGAN SEMUANYA
“
“ Ini penting katanya den “ Mrs.
Smith berusaha merayu. Akhirnya Halley mau juga, lama ia berbicara dengan
mamanya, lalu tiba-tiba ia mrngamuk lagi
“ WHATEVER “ dan membanting
gagang teleponnya. Ia berlari keluar dan menaiki mobil menuju Military course.
Seperti biasa ia berangkat dengan muka masam. Mukanya bak malaikat Ridwan, tak
pernah senyum.
Kali ini Halley benar-benar marah
pada mamanya, ia merasa amarahnya berada di titik kulminasi. Bayangkan saja, di
liburan kali ini, mamanya akan berangkat ke Paris, itu berarti ia ditinggal sendirian
di rumah, papanya juga tak ada agenda pulang. Ia benar-benar kecewa. Tapi,
tiba-tiba saja dia menyunggingkan bibirnya, ia tersenyum sebentar. Ternyata ada
niatan tak baik di otaknya. Laki-laki itu tersenyum semakin lebar.
**
“ Daarrrr “ Halley membanting
pintu keras, Kemarahannya tak habis-habis, mukanya semakin merah. Matanya
tambah tirus. Bagaimana tidak ? sepulangnya dari semua jadwal-jadwalnya,
matanya sudah dikagetkan dengan surat diatas meja belajarnya,
Dear Halley....
Boa noite, i am sorry baby, as you know i have to go
paris today. Maybe, even you come to home i have left you alone. Doing your activity as
usually. I will call you soon
See you
Mom
|
Ya.
Mamanya sudah berangkat sejak siang tadi. Kini tinggalah ia sendirian di rumah.
Hati nya gamang. Bayangkan saja ! Kedua orang tuanya tengah berada di negara
orang lain demi sebuah pekerjaan. Sedangkan ia, anaknya sendiri di tinggalkan
begitu saja. Jika aku berada dalam posisinya, aku yakin galaunya bukan main.
Dan sekarang, Halley hanya seorang anak sepuluh thunan.
**
Matahari
tak pernah bosan menyapa bumi bagian utara, sinarnya menyilaukan, karena memang
Lisbon adalah sebuah kota yang cukup gersang. Semua orang berhamburan keluar menikmati panasnya
bumi sambil berjalan santai di tepi sungai Tugus. Libur panjang telah tiba,
semua orang seakan berpesta merayakannya. Tapi tidak untuk Halley, dia tengah
berlari-lari di sudut jalan, matanya
melirik ke kiri-kanan, melihat keadaan di luar sana. Ia kabur dari rumahnya.
Sungguh ini kejadian yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Dalam
hatinya ia merasa sesak oleh segala jadwal-jadwal yang membuatnya ruwet, ia
ingin santai, bermain dengan kawan sebayanya. Ia hanya ingin itu. Hidup bebas
sambil bermain. Ia sudah rindu dengan kebebasan yang tak pernah ia dapatkan
sebelumnya. Dan sekarang ? ia telah mencuri kebebasan dari semua tali penjara yang
mengekangnya.
**
Kakinya
terbungkus rapi dengan sepatu yang mengkilat, ia berjalan menyusuri jalan kota
Lisbon, Kota terbesar di portugis, ia baru sadar ternyata ia tinggal di sebuah
kota yang cukup ramai. Mata Halley sibuk memperhatikan setiap apapun yang
dilihatnya. Yang menari-nari di pinggir jalan, yang menyanyi, bahkan yang
meminta-minta sekalipun.
“ Melihat
kesibukan orang lain ternyata lebih seru dari pada menyibukkan diri untuk sesuatu
yang tak penting sama sekali “ Bisiknya dalam hati
Halley memasuki
kerumunan orang di depan sebuah kafe
bergaya Art Nouvea, ia melihat seseorang mungil, kecil, berambut
panjang pirang tengah menari dengan gesitnya, Setiap gerakannya di iringi oleh alunan
alat musik tradisional dari tape radio yang menggantung di lehernya. Halley tertarik
melihatnya. Lambat laun kakinya melangkah mendekati si penari, tangannya
menggeliat mengikuti si penari, kakinya di ayun-ayunkan. Bibir mungilnya
tersenyum jujur, sorot matanya menampilkan cahaya bahagia yang tulus. Tepuk
tangan penonton yang riuh membuat susana lebih meriah. Halley ikut menari
bersama sang penari jalanan yang usianya sebaya mungkin.
Satu lagu
selesai di narikaan, bergantian satu persatu penonton menengisi kaleng yang
sudah di sediakan penari. Halley keheranan melihatnya.
“ Oi, Agradecido. thanks sudah mau ikut
menari denganku. Teu nome ? Nama mu siapa ? “ Si penari menyodorkan tangannya
sambil mengulum senyum manisnya. Halley membalas tangan dan senyumnya
“ Chamo-me Halley. Nama ku Halley, kamu siapa ? “ Senyumnya manis
sekali. Ya, senyum termanis yang pernah aku lihat sepanjang aku mngenal Halley.
“ Chamo-me. Sirius,
conhecê-la Halley. Aku seorang penari jalanan pinggiran kota “
jawabnya, sambil merapikan peralatan tarinya.
“ kamu
suka menari kemana saja ? “ Tanya Halley sambil membantu sirius.
“ Hemm,
kalau sedang liburan seperti ini, aku berkeliling kota, tapi kalau sedang hari
sekolah, ya di sekitar jembatan situ. “ Sirius menunjuk kesebuah jembatan tua
yang melintang di tengah kota. Ya, jembatan 25 de Abril Bridge
yang hampir sama dengan Golden Bridge di San Francisco, jembatan paling
terkenal di kota Lisbon.
“ Boleh
aku ikut menari berkeliling kota dengan mu ? “ Tanya Halley lagi
“ Tentu
saja “ Sirius menjawab dengan senyuman selebar-lebarnya. Lalu mereka berjalan
berdua melewati jembatan de Abril Bridge. Di tempat keramaian, mereka kembali menampilkan
aksinya, menari memutar sandiwara. Di seberang sungai Tagus terdekat jembatan ini
terdapat patung Christ the King yang hampir sama dengan Christ the Redemmer di
Rio de Jeneiro, Brasil, di situ mereka kembali menari. Tampak
ceria, dan penontonnya pun tampak ramai. Berjalan, berhenti, menari. Berjalan,
berhenti, menari lagi dan begitulah seterusnya. Hingga matahari berpamit ke
barat. Ia masih sempat menari, tak ingat makan atau pulang.
“ kamu
pulang kemana ? “ Tanya Sirius
“
E...e..ee... aku gak tahu. I have not a home “ Jawab Halley sekenanya.
“ ohhh
gitu. Emm do you wanna to my home ? “ Balas sirius
“ Hemm of
course. I wanna “ kata halley sambil memicingkan alisnya.
Malam
menjemput siang, kedua anak itu berjalan melewati gang kecil di sudut kota.
Rumah
sirius tampak sederhana, sangat jauh berbanding rumah Halley , jauuuuh sekali.
Tapi sirius tetap bisa nyaman tinggal di rumah seperti itu, Halley jadi
keheranan sendiri.
“ Kamu
tinggal disini sendiri ? “ tanya Halley
“ Ya “
Jawab sirius sambil tersenyum pasi. Halley memutarkan bola matanya,
“ Hemm, my
mother was died since iam three years old and papaku bekerja di kota lain “
lanjut Sirius.
“ Qual a sua idade? Berapa umur mu ? “ Tanya Halley penasaran
“ Sepuluh tahun “ Jawab
Sirius singkat
“ Sekolah ? “ Tanya Halley
lagi
“ heeemmmm.... “ Sirius
menjawabnya dengan senyuman. Halley menaikkan alisnya, tak mengerti.
“ Eueueu... aku sekolah
sambil menari. Sepulang sekolah aku menari di jembatan de Abril Bridge. Malam nya baru
belajar lagi untuk esok. Seperti itulah, dan kalau sedang libur, ya... seperti
ini “
Halley terdiam dir,i merenungi cerita
Sirius.
“ Aku hanya ingin menjadi orang
besar, bisa berkontribusi besar untuk bangsa kita, Portugis “ Sirius
melanjutkan kata-katanya.
Halley hanya bisa diam, dari relung
hatinya ia merasakan sebuah perasaan bersalah yang entah darimana datangnya.
“ oke, Boa noite. Sekarang kita tidur, besok
kita berkeliling kota lagi“
“ Hemm.. oh iya, baiklah Boa
noite. Selamat malam “ Kata Halley
Lalu mereka tidur di bawah
lampu yang tak terlalu terang. Sirius tertidur lelap, sedangkan Halley tak
dapat terpejam, fikirannya menerawang ke angkasa Paris, ia ingat mamanya.
**
Pagi yang indah, sangat
indah. Ya.. pagi yang indah untuk Halley. Karena di pagi ini ia berada dalam
suasana yang berbeda, hidup bebas dan dapat bercengkrama dengan matahari,
membuat hatinya tak berhenti tersenyum, memuji sinar yang menyapanya di pagi
ini, rasanya ia bahagia berjumpa dengan gadis penari jalanan itu, Sirius.
“ Bom dia. Halley. Selamat pagi, ini sarapan kita hari ini “
“ Obrigada, terimakasih. Bom
apetite ! Selamat makan “ Balas Halley
Kedua penari tersebut makan
bersama sambil bercanda ria.
**
Kedua penari itu berjalan
kembali mengelilingi kota lisbon, Kota yang dikelilingi oleh barisan
bukit-bukit yang melekuk indah. Pantas saja kota ini di nobatkan sebagai kota yang menarik dan terdaftar sebagai ‘Europe’s most
underrated city. Kota ini begitu
indah, dan ramai. Terletak di pesisir
Laut Atlantik dengan populasi penduduknya hampir 3 juta jiwa. Berjalan-jalan di
kota Lisbon, akan dapat melihat berbagai monumen besar dan hebat didirikan. Semuanya untuk mengenang kejayaan masa silam kehebatan
bangsa Portugis. Begitu bangganya Sirius menceritakan negrinya, seakan Halley
adalah touris yang datang dari luar negri.
Terus seperti itu ia lakukan, menari
berkeliling kota Lisbon yang menjadi cita-citanya kini sudah terwujud. Mereka
menari kemana-mana di tempat keramaian. ke Alfama, Castello de Sao Jorge,
Alcantara, Bairro Alto, Belem dan Statue of King Jose I di Placa do Comercio.
Monumen terbesar di Lisbon pun sudah ia kunjungi, Halley begitu bangga akan
kotanya. Dan ia pun tak bisa membohongi hatinya bahwa ia rindu rumah, rindu
mama-papa, rindu akan segala kesibukannya, rindu burn paper yang slalu
mendiktenya. Ia merindukan semua itu, Sudah lebih dari seminggu ia berpetualang
dengan sahabat barunya, Sirius. Dan jujur saja, petualangannya memberikan
pengalaman tersendiri bagi Halley, ia bangga bisa bertemu penari jalanan yang
sangat super ini. Ia merasakan sebuah kesyukuran yang luar biasa.
**
Sedangkan di sisi lain, keadaan rumah Mr. Phobos sangat kacau
balau, bayangkan saja, sudah seminggu lebih Halley hilang tanpa kabar, entah
sudah keberapa kali Mrs. Smith menangisi Halley, ia khawatir sekaligus takut
akan reaksi majikannya. Berbagai media pun sudah menayangkan berita kehilangan
tersebut. Namun tetap saja Halley tak berhasil di temukan. Halley seakan hilang
di telan bumi, entah Halley nya yang terlalu pintar bersembunyi, atau anak buah
Mr. Phobos yang kebodohan, entahlah. Yang jelas selama hampir seminggu lebih,
Halley berhasil keluar dari gua yang gelap menuju tempat yang lebih terang.
Mrs. Aurora datang dengan
perasaan yang gamang, bayangkan saja, sepulang dari Paris ia dikagetkan oleh
berita heboh, hilangnya Halley, anak tunggal nya. Ia langsung berbenah dan
pergi ke kantor polisi untuk menanyakan perkembangan berita anaknya. Namun
lagi-lagi jawabnya tetap nihil. Di balik ketegasan dan keegoisannya, ada
seberkas cahaya keibuan di hatinya, ia menangis kala melihat foto anaknya. Ia
memendam perasaan yang tak terdefinisikan, ia rindu, khawatir, takut dan
sebagainnya.
Tiba-tiba Mrs. Aurora
menagis tersedu, sangat pilu. Entah apa yang ada di pikirannya. Hatinya
bergejolak membaca surat yang d simpan halley di balik bantalnya.
Dear my beloved
mam & dad
Hem, ola Mam
& Dad .... apa kabar ? Dont worry, i am here so so.
Mam, Dad, boleh aku bercerita kepada kalian ?
boleh aku berbicara dengan kalian?
Sejujurnya, aku merasa sendiri di dunia
ini, aku tak punya siapa-siapa. Kalian sibuk dengan dunia kalian, seakan
kalian tak pernah mengenaliku.
Mam, Dad, i am
here, waiting you. Aku di sini, di rumah ini, slalu menunggu kalian.
Menunggu kalian memelukku, menunggu kalian menyuapiku, menunngu kalian
menggendongku.
Aku ini memang
sanagat masih kecil, aku tak mengerti urusan mam and Dad yang begitu sibuk
tiada henti sehingga lupa akan hak-hak anaknya yang selama ini merasa di
rampas oleh sesuatu yang aku pun tak mengerti itu. Jujur saja aku bersaing
dengan nya untuk mendapatkan kalian, aku bersaing begitu hebat. Namun
sekarang aku mengerti, that i am
looser. Ya, aku kalah bersaing dengan pasien mama, aku kalah bersaing
dengan planet papa. Aku kalah bersaing dengan karir kalian. Aku akui itu.
Seandainya
sekarang ini aku boleh meminta, hanya satu pinta ku mam, dad...
Aku minta waktu
kalian sebentar saja, aku ingin menghabiskan hari dengan kalian barang satu
hari, tak apa aku tak makan ma, tak apa aku tak sekolah pa, aku ingin kita
bersama. Layaknya sebuah keluarga yang tak pernah mengenal kata perpisahan.
Aku rindu kalian,
entah sampai kapan hati iini menunggu...
|
Jujur saja,
timbul rasa bersalah di celah-celah hati Mrs. Auroroa dan Mr. Phobos. Ia
menangis tida henti sambil menceritakan semuanya pada suaminyua di balik layar
monitor. Sayang sekali, di saat keadaan genting seperti itu, Mr. Phobos hanya
bisa berkomunikasi lewat jaringan internet-Skype. Ia tak bisa pulang, ia berada
di benua lain. Sungguh malang nasib Halley.
**
Halley, masih
bersama Penari jalanan itu, semakin lama ia mengenal Sirius, semakin jauh ia
menemukan makna hidup yang sebenarnya. Bersamanya, ia di ajarkan makna syukur
yang tak pernah ia ucpakan sebelumnya. Bersamanya, ia merasakan betapa orang tua itu tak ternilai harganya, ia
menyesali tingkah nya yang selalu membangkang. Ia sangat menyesal. Ternyata,
kehilangan adalah saat yang tepat dimana kita harus memutar arah tujuan hidup
yang sempat bengkok, meluruskan niat, dan memaknai kata rindu. Ia belajar dari
seorang penari kecil itu. Sirius.
“ Seharusnya
aku bersyukur bisa belajar dengan nyaman, sekolah di tempat yang luar biasa,
menjadi anak kebanggan sekolah, orang tua dan bangsa ini sekalipun. Namanya
telah tercatat di dunia internasional dengan prestasi yang gemilang,
mengharumkan nama negaranya. Kenapa ini tak pernah terpikirkan sebelumnya ? “
Batinnnya Halley,
Sedangkan
disini, ia bertemu dengan Sirius, penari
jalanan kota Lisbon yang membutuhkan segala apapun yang ia dapatkan.
“ Arghhhhh ...
bodohnya aku ‘ Erangnya dalam hati.
Alam pun
menyaksikan perseteruan antara Halley dan hatinya malam itu.
**
Pagi hari ia
pamit kepada Sirius, ia ingin menemui keluarganya. Ia rindu. Dan bukan hanya
itu, sebenarnya ia ingin memeluk mamanya
dan mohon ampun atas segala kelancangannya, ia baru sadar, ternyata segala
titahnya adalah demi kemajuan dirinya juga, dan sekarang ingin ia ucapkan “ Agradecida Mam, Thanks a lot “.
“ Até breve Halley. Selamat
tinggal “ Kata Sirius melepas Halley.
“ Yeah, Boa sorte untukmu, semoga berhasil “ Balas Halley.
Lalu mereka berpisah, Sirius melanjutkan perjalanannya menari, sedang Halley
melanjutkan perjalanannya menuju rumah Phobos.
Ia berjalan dengan riang melewati jalanan yang dulu pernah dilewatinya
bersma Sirius.
**
Ternyata mamanya sudah menunggu sangat gelisah, Mrs. Aurora memeluk
Halley sangat erat, seakan ia tak ingin kehilangan. Air matanya tak berhenti
mengalir deras di pelupuk matanya.
“ Perdão mama Halley, Perdão. Maafkan mama
sayang. Tolong jangan lakukan ini lagi, mama takut sayang. Jangan tingalkan
mama“ Mrs. Aurora memeluk, mencium Halley tak henti-henti. Benar saja, ia
begitu rindu. Aku terharu melihatnya, betapa seorang mama sangat menyayangi
anaknya. Ternyata, setegas-tegasnya Mrs. Aurora pun ia tetap mencintai
anak nya.
“ No mam, aku
yang harusnya minta maaf padamu. Maafkan aku mam. Aku selalu membangkang
perintah mama. Aku sadar sekarang mam, betapa berartinya semua titah mama itu
dan aku bersyukur atas burn paper yang slalu mama berikan itu, Thanks mam “
Lalu mereka
saling melepas rindu. Halley menceritakan petualangannya bersama Penari jalanan
itu, Sirius. Ia bercerita kepada mama dan papanya. Sayang sekali, Mr. Phobos
hanya bisa bertemu dengan keluarganya melalui sebuah lubang kecil yang kita
sebut- webcam. Tapi rupanya itu tak mengurangi kebahagiaan mereka. Halley tetap
asyik menceritakan penari itu, Sirius yang telah memberikan nya arti hidup yang
sebenarnya, mengubah pemikirannya dan menjadikannya anak yang bersyukur telah
dilahirkan oleh Mr. Phobos dan Mrs. Aurora.
**
Rembulan
mengintip di balik jendela Halley, malam menunngu siang, taerasa amat lama bagi
Halley, Ia ingat penari jalanan itu, kata-katanya yang selalu bersemngat. Ia
teringat sebuah momen kala bersamanya, kala itu, Halley tengah duduk di atas
gedung yang tinggi sambil menikmati indhanya langit galaksi bima sakti.
“ Halley kau tahu
Sirius itu apa ? “ Tanya Sirius
“ Ya, aku tahu.
Setahu ku ia adalah bintang yang paling bersinar di jagat raya ini “ Jawab
Halley
“ Ya, ayah ku
hebat telah menyematkan aku dengan nama itu. Dia bilang. Agar aku dapat menjadi
bintang yang paling bersinar di jagad raya ini. Bermanfaat bagi orang lain, dan
menerangi nama Sirius kemanapun “ Jawab
Halley sambil menunjuk sebuah bintang di angkasa
“ Waw, keren “
Setelah itu,
Halley tertidur lelap sambil menuliskan sebuah nama di kanvas angkasa. SIRIUS.
TAMAT
Syawal, 13 Agust 2013
Bogor, at my
home