Puji Nur Ripha. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

Cerpen - SIRIUS


Ketika hati tak mampu berkata secara lisan, di situlah pena berbicara pada kertas. Seorang  anak duduk disebuah kursi belajarnya. Mukanya merah padam, matanya tirus. Hatinya meraung keganasan. Penanya menari dengan gagah gesit, seakan bercerita tentang seekor harimau yang tengah berburu mangsanya. Tiba-tiba ia menjerit, jeritannya membelah sudut ruangan, kertas nya di rebok lalu di buang. Di malam yang sepi, sebuah suara sandal terdengar  nyaring di atas lantai, langkahnya semakin mendekat, semakin nyaring.
“ kreeeeeekkkkkk.... “Pintu terbuka pelan, seseorang berpiyami biru, datang menghampirinya.
“ KLIK “ ia mematikan lampu, “ This time for sleeping, no body screaming here “ kecamnya
“I HATE YOU, GO AWAY FROM ME !” anak itu tambah meraunng, mukanya masam. Lalu membanting pintu. Ia berbaring di ranjang di temani raja setan yang ganas. Hatinya marah, sangat marah
Pagi yang indah, ya... seharusnya indah karena ini hari libur, semua orang menikmatinya dengan gembira, seakan tak mau ketingalan. Tapi tidak bagi Halley, ia bangun pagi-pagi dan langsung berpakaian serba rapi,mamanya menyuruhnya pergi untuk berlatih
ketentaraan. Ia benci, ia tak suka sama sekali, ia benci segala sesuatu yang berbau militer.
Halley. Sebaiknya kuceritakan dulu siapa Halley. Ia seorang anak laki-laki berkebangsaan portugis. Matanya bulat biru, hidungnya menjulang ke langit, rambutnya pirang-pirang ikal dan tingginya sekitar 140 cm, ia anak pertama dari pasangan suami istri yang di bilang cukup kaya. Papanya Mr. Phobos seorang astronot tingkat internasional, dan sekarang tengah bertugas di NASA Amerika, dan mamanya Mrs. Aurora seorang dokter bedah handal di Portugis, ia bekerja setiap hari di sebuah rumah sakit terbesar di kota Lisbon. Sedangkan Halley ? ia terbengkalai di rumah, hidupnya miris, ia kesepian. Hari-harinya selalu di titah oleh sebuah kertas yang berjudul
“ Halley, this is schedule for you on today “, dan dibariskannya seabrek kegiatan yang  sudah bosan ia lakukan, mulai dari sekolah, les musik, les belajar hingga
ketentaraan. Kadang ia merasa hidupnya dikekang, otoriter. Tapi... memang seperti itu lah, pada dasrnya ia dikekang, sangat dikekang. Sebenarnya, papanya baik. tak pernah mengekang sama sekali. Tapi sayang, ia tak pernah ada di rumah, menjadi astronot bukan hal yang gampang untuk berkumpul dengan keluarga , sedangkan ia tinggal dengan mamanya, ia sangat otoriter, ia selalu mendoktrin Halley dengan keegoisannya, Kala Halley tak melaksanakan satu titahnya, ia pasti tahu, karena guru-gurunya melaporkan. Sungguh Halley geram dengan semua kehidupannya.
Sebenarnya ia pintar, bisa dibilang sngat pintar mungkin, IQ nya mencapai  200 an, jauuuuuuh diatas rata-rata sekawannya. Berbagai medal dan piala pun berhasil ia rebut dengan mudahnya, penghargaan demi penghargaan ia dapati tiap hari. Semua orang pun iri terhadapnya. Tapi rupanya bukan itu yang ia cari, Bukan sama sekali. Sampai saat ini ia masih belajar mencari makna hidup yang sebenarnya. Ia merasa sendiri, ia tak membutuhkan segala kemewahannya, kecerdasannya, yang ia butuhkan hanya satu.
“ Mam, Dad, i wanna you accompany me at all my times “ Hanya itu, sangat simple, di usianya yang masih sangat muda, ia belajar memaknai hidup, sendirian.
“ Wake up dear, this time for you military course  “ Mrs. Smith membangunkan Halley sambil membuka tirai jendela.
“ Nooooooo..... i hate it. Leave me right now “ Halley membuncah pagi itu.
Satu lagi, Mrs. Smith adalah pembantu rumah tangga keluarga phobos, ia sudah sepuluh tahun kerja disitu. Mrs. Smith sangat dekat dengan Halley, sudah dianggap anak mungkin.
“ Sarapan sudah siap tuan, lets go !!!! “ Kata Mrs. Smith dengan nadanya yang selalu bersemangat.
Halley duduk sambil memajukan mulutnya lima centi kedepan.
Setelah bersiap-siap ia duduk di meja makan smabil mengunyah sandwich, Seperti biasa, di meja makan ia akan bertemu dengan selembar kertas yang dikatanya
“ Burn paper “. Dia baca sekilas lalu meremasnya.
“ kringgg.....kring.... ” suara telepon menjerit di tengah ruangan. “ Hallo, dengan keluarga Phobos, Mrs. Smith disini ada yang bisa saya bantu ? “ Mrs. Smith menjawab telepon. Sebentar ia bercakap dengan orang di sebrang telepon, lalu ia melangkah mendekati Halley “ Mama mau bicara den “ Mrs. Smith menyodorkan gagang telepon kepada Halley.
“ What ? Mam ? I cant believe it. Are u sure ? “ Halley keheranan, matanya Melotot, mulutnya menganga. Ini kali pertama menerima telepon dari mamanya. Halley langsung merebut teleponnya.
“ Emm, alo Halley.  Have you breakfast ? “ Suara mamanya terdengar di balik telepon.
“ Yes mom, i have. Why ? “ Halley menjawabnya dengan semangat.
“ Today, you military course until 12 o’clock, and then you....”
“ YEAH I KNOW “ Halley memotong pembicaraan mamanya, lalu mematikan teleponnya. “ klik “
Halley memberikannya kepada Mrs.  Smith
“ KRINGGGG............. “ Telepon berbunyi lagi, Mrs. Smith menjawabnya lagi, namun tak lama ia berikan lagi kepada Halley. Ia berteriak “KATAKAN PADANYA AKU SUDAH MEMBACA BURN PAPERNYA “ Halley berbicara sinis.
“ Bukan, ini bukan masalah schedule itu “
“ AKU SUDAH MUAK DENGAN SEMUANYA “
“ Ini penting katanya den “ Mrs. Smith berusaha merayu. Akhirnya Halley mau juga, lama ia berbicara dengan mamanya, lalu tiba-tiba ia mrngamuk lagi
“ WHATEVER “ dan membanting gagang teleponnya. Ia berlari keluar dan menaiki mobil menuju Military course. Seperti biasa ia berangkat dengan muka masam. Mukanya bak malaikat Ridwan, tak pernah senyum.
Kali ini Halley benar-benar marah pada mamanya, ia merasa amarahnya berada di titik kulminasi. Bayangkan saja, di liburan kali ini, mamanya akan berangkat ke Paris, itu berarti ia ditinggal sendirian di rumah, papanya juga tak ada agenda pulang. Ia benar-benar kecewa. Tapi, tiba-tiba saja dia menyunggingkan bibirnya, ia tersenyum sebentar. Ternyata ada niatan tak baik di otaknya. Laki-laki itu tersenyum semakin lebar.
**
“ Daarrrr “ Halley membanting pintu keras, Kemarahannya tak habis-habis, mukanya semakin merah. Matanya tambah tirus. Bagaimana tidak ? sepulangnya dari semua jadwal-jadwalnya, matanya sudah dikagetkan dengan surat diatas  meja belajarnya,


Dear Halley....
Boa noite, i am sorry baby, as you know i have to go paris today. Maybe, even you come to home i have left  you alone. Doing your activity as usually. I will call you soon

See you
Mom
 
Ya. Mamanya sudah berangkat sejak siang tadi. Kini tinggalah ia sendirian di rumah. Hati nya gamang. Bayangkan saja ! Kedua orang tuanya tengah berada di negara orang lain demi sebuah pekerjaan. Sedangkan ia, anaknya sendiri di tinggalkan begitu saja. Jika aku berada dalam posisinya, aku yakin galaunya bukan main. Dan sekarang, Halley hanya seorang anak sepuluh thunan.
**
Matahari tak pernah bosan menyapa bumi bagian utara, sinarnya menyilaukan, karena memang Lisbon adalah sebuah kota yang cukup gersang. Semua  orang berhamburan keluar menikmati panasnya bumi sambil berjalan santai di tepi sungai Tugus. Libur panjang telah tiba, semua orang seakan berpesta merayakannya. Tapi tidak untuk Halley, dia tengah berlari-lari di sudut jalan,  matanya melirik ke kiri-kanan, melihat keadaan di luar sana. Ia kabur dari rumahnya. Sungguh ini kejadian yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Dalam hatinya ia merasa sesak oleh segala jadwal-jadwal yang membuatnya ruwet, ia ingin santai, bermain dengan kawan sebayanya. Ia hanya ingin itu. Hidup bebas sambil bermain. Ia sudah rindu dengan kebebasan yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Dan sekarang ? ia telah mencuri kebebasan dari semua tali penjara yang mengekangnya.
**
Kakinya terbungkus rapi dengan sepatu yang mengkilat, ia berjalan menyusuri jalan kota Lisbon, Kota terbesar di portugis, ia baru sadar ternyata ia tinggal di sebuah kota yang cukup ramai. Mata Halley sibuk memperhatikan setiap apapun yang dilihatnya. Yang menari-nari di pinggir jalan, yang menyanyi, bahkan yang meminta-minta sekalipun.
“ Melihat kesibukan orang lain ternyata lebih seru dari pada menyibukkan diri untuk sesuatu yang tak penting sama sekali “ Bisiknya dalam hati
Halley memasuki kerumunan orang di depan sebuah kafe bergaya Art Nouvea, ia melihat seseorang mungil, kecil, berambut panjang pirang tengah menari dengan gesitnya, Setiap gerakannya di iringi oleh alunan alat musik tradisional dari tape radio yang menggantung di lehernya. Halley tertarik melihatnya. Lambat laun kakinya melangkah mendekati si penari, tangannya menggeliat mengikuti si penari, kakinya di ayun-ayunkan. Bibir mungilnya tersenyum jujur, sorot matanya menampilkan cahaya bahagia yang tulus. Tepuk tangan penonton yang riuh membuat susana lebih meriah. Halley ikut menari bersama sang penari jalanan yang usianya sebaya mungkin.
Satu lagu selesai di narikaan, bergantian satu persatu penonton menengisi kaleng yang sudah di sediakan penari. Halley keheranan melihatnya.
Oi, Agradecido. thanks sudah mau  ikut menari  denganku. Teu nome ? Nama mu siapa ? “ Si penari menyodorkan tangannya sambil mengulum senyum manisnya. Halley membalas tangan dan senyumnya
Chamo-me Halley. Nama ku Halley, kamu siapa ? “ Senyumnya manis sekali. Ya, senyum termanis yang pernah aku lihat sepanjang aku mngenal Halley.
Chamo-me. Sirius, conhecê-la Halley. Aku seorang penari jalanan pinggiran kota “ jawabnya, sambil merapikan peralatan tarinya.
“ kamu suka menari kemana saja ? “ Tanya Halley sambil membantu sirius.
“ Hemm, kalau sedang liburan seperti ini, aku berkeliling kota, tapi kalau sedang hari sekolah, ya di sekitar jembatan situ. “ Sirius menunjuk kesebuah jembatan tua yang melintang di tengah kota. Ya, jembatan 25 de Abril Bridge yang hampir sama dengan Golden Bridge di San Francisco, jembatan paling terkenal di kota Lisbon.
“ Boleh aku ikut menari berkeliling kota dengan mu ? “ Tanya Halley lagi
“ Tentu saja “ Sirius menjawab dengan senyuman selebar-lebarnya. Lalu mereka berjalan berdua melewati jembatan de Abril Bridge. Di tempat keramaian, mereka kembali menampilkan aksinya, menari memutar sandiwara. Di seberang sungai Tagus terdekat jembatan ini terdapat patung Christ the King yang hampir sama dengan Christ the Redemmer di Rio de Jeneiro, Brasil, di situ mereka kembali menari. Tampak ceria, dan penontonnya pun tampak ramai. Berjalan, berhenti, menari. Berjalan, berhenti, menari lagi dan begitulah seterusnya. Hingga matahari berpamit ke barat. Ia masih sempat menari, tak ingat makan atau pulang.
“ kamu pulang kemana ? “ Tanya Sirius
“ E...e..ee... aku gak tahu. I have not a home “ Jawab Halley sekenanya.
“ ohhh gitu. Emm do you wanna to my home ? “ Balas sirius
“ Hemm of course. I wanna “ kata halley sambil memicingkan alisnya.
Malam menjemput siang, kedua anak itu berjalan melewati gang kecil di sudut kota.
Rumah sirius tampak sederhana, sangat jauh berbanding rumah Halley , jauuuuh sekali. Tapi sirius tetap bisa nyaman tinggal di rumah seperti itu, Halley jadi keheranan sendiri.
“ Kamu tinggal disini sendiri ? “ tanya Halley
“ Ya “ Jawab sirius sambil tersenyum pasi. Halley memutarkan bola matanya,
“ Hemm, my mother was died since iam three years old and papaku bekerja di kota lain “ lanjut Sirius.
Qual a sua idade? Berapa umur mu ? “ Tanya Halley penasaran
“ Sepuluh tahun “ Jawab Sirius singkat
“ Sekolah ? “ Tanya Halley lagi
“ heeemmmm.... “ Sirius menjawabnya dengan senyuman. Halley menaikkan alisnya, tak mengerti.
“ Eueueu... aku sekolah sambil menari. Sepulang sekolah aku menari di jembatan de Abril Bridge. Malam nya baru belajar lagi untuk esok. Seperti itulah, dan kalau sedang libur, ya... seperti ini “
Halley terdiam dir,i merenungi cerita Sirius.
“ Aku hanya ingin menjadi orang besar, bisa berkontribusi besar untuk bangsa kita, Portugis “ Sirius melanjutkan kata-katanya.
Halley hanya bisa diam, dari relung hatinya ia merasakan sebuah perasaan bersalah yang entah darimana datangnya.
“ oke, Boa noite. Sekarang kita tidur, besok kita berkeliling kota lagi“
“ Hemm.. oh iya, baiklah Boa noite. Selamat malam “ Kata Halley
Lalu mereka tidur di bawah lampu yang tak terlalu terang. Sirius tertidur lelap, sedangkan Halley tak dapat terpejam, fikirannya menerawang ke angkasa Paris, ia ingat mamanya.
**
Pagi yang indah, sangat indah. Ya.. pagi yang indah untuk Halley. Karena di pagi ini ia berada dalam suasana yang berbeda, hidup bebas dan dapat bercengkrama dengan matahari, membuat hatinya tak berhenti tersenyum, memuji sinar yang menyapanya di pagi ini, rasanya ia bahagia berjumpa dengan gadis penari jalanan itu, Sirius.
Bom dia. Halley. Selamat pagi, ini sarapan kita hari ini “
“ Obrigada, terimakasih. Bom apetite ! Selamat makan “ Balas Halley
Kedua penari tersebut makan bersama sambil bercanda ria.
**
Kedua penari itu berjalan kembali mengelilingi kota lisbon, Kota yang dikelilingi oleh barisan bukit-bukit yang melekuk indah. Pantas saja kota ini di nobatkan sebagai kota yang menarik dan terdaftar sebagai ‘Europe’s most underrated city. Kota ini begitu indah, dan ramai.  Terletak di pesisir Laut Atlantik dengan populasi penduduknya hampir 3 juta jiwa. Berjalan-jalan di kota Lisbon, akan dapat melihat berbagai monumen besar dan hebat didirikan. Semuanya untuk mengenang kejayaan masa silam kehebatan bangsa Portugis. Begitu bangganya Sirius menceritakan negrinya, seakan Halley adalah touris yang datang dari luar negri.
Terus seperti itu ia lakukan, menari berkeliling kota Lisbon yang menjadi cita-citanya kini sudah terwujud. Mereka menari kemana-mana di tempat keramaian. ke Alfama, Castello de Sao Jorge, Alcantara, Bairro Alto, Belem dan Statue of King Jose I di Placa do Comercio. Monumen terbesar di Lisbon pun sudah ia kunjungi, Halley begitu bangga akan kotanya. Dan ia pun tak bisa membohongi hatinya bahwa ia rindu rumah, rindu mama-papa, rindu akan segala kesibukannya, rindu burn paper yang slalu mendiktenya. Ia merindukan semua itu, Sudah lebih dari seminggu ia berpetualang dengan sahabat barunya, Sirius. Dan jujur saja, petualangannya memberikan pengalaman tersendiri bagi Halley, ia bangga bisa bertemu penari jalanan yang sangat super ini. Ia merasakan sebuah kesyukuran yang luar biasa.
**
Sedangkan di sisi lain, keadaan rumah Mr. Phobos sangat kacau balau, bayangkan saja, sudah seminggu lebih Halley hilang tanpa kabar, entah sudah keberapa kali Mrs. Smith menangisi Halley, ia khawatir sekaligus takut akan reaksi majikannya. Berbagai media pun sudah menayangkan berita kehilangan tersebut. Namun tetap saja Halley tak berhasil di temukan. Halley seakan hilang di telan bumi, entah Halley nya yang terlalu pintar bersembunyi, atau anak buah Mr. Phobos yang kebodohan, entahlah. Yang jelas selama hampir seminggu lebih, Halley berhasil keluar dari gua yang gelap menuju tempat yang lebih terang.
Mrs. Aurora datang dengan perasaan yang gamang, bayangkan saja, sepulang dari Paris ia dikagetkan oleh berita heboh, hilangnya Halley, anak tunggal nya. Ia langsung berbenah dan pergi ke kantor polisi untuk menanyakan perkembangan berita anaknya. Namun lagi-lagi jawabnya tetap nihil. Di balik ketegasan dan keegoisannya, ada seberkas cahaya keibuan di hatinya, ia menangis kala melihat foto anaknya. Ia memendam perasaan yang tak terdefinisikan, ia rindu, khawatir, takut dan sebagainnya.
Tiba-tiba Mrs. Aurora menagis tersedu, sangat pilu. Entah apa yang ada di pikirannya. Hatinya bergejolak membaca surat yang d simpan halley di balik bantalnya.

Dear my beloved mam & dad
Hem, ola Mam & Dad .... apa kabar ? Dont worry, i am here so so.
Mam,  Dad, boleh aku bercerita kepada kalian ? boleh aku berbicara dengan kalian?
 Sejujurnya, aku merasa sendiri di dunia ini, aku tak punya siapa-siapa. Kalian sibuk dengan dunia kalian, seakan kalian tak pernah mengenaliku.
Mam, Dad, i am here, waiting you. Aku di sini, di rumah ini, slalu menunggu kalian. Menunggu kalian memelukku, menunggu kalian menyuapiku, menunngu kalian menggendongku.
Aku ini memang sanagat masih kecil, aku tak mengerti urusan mam and Dad yang begitu sibuk tiada henti sehingga lupa akan hak-hak anaknya yang selama ini merasa di rampas oleh sesuatu yang aku pun tak mengerti itu. Jujur saja aku bersaing dengan nya untuk mendapatkan kalian, aku bersaing begitu hebat. Namun sekarang  aku mengerti, that i am looser. Ya, aku kalah bersaing dengan pasien mama, aku kalah bersaing dengan planet papa. Aku kalah bersaing dengan karir kalian. Aku akui itu.
Seandainya sekarang ini aku boleh meminta, hanya satu pinta ku mam, dad...
Aku minta waktu kalian sebentar saja, aku ingin menghabiskan hari dengan kalian barang satu hari, tak apa aku tak makan ma, tak apa aku tak sekolah pa, aku ingin kita bersama. Layaknya sebuah keluarga yang tak pernah mengenal kata perpisahan.
Aku rindu kalian, entah sampai kapan hati iini menunggu...

 

Jujur saja, timbul rasa bersalah di celah-celah hati Mrs. Auroroa dan Mr. Phobos. Ia menangis tida henti sambil menceritakan semuanya pada suaminyua di balik layar monitor. Sayang sekali, di saat keadaan genting seperti itu, Mr. Phobos hanya bisa berkomunikasi lewat jaringan internet-Skype. Ia tak bisa pulang, ia berada di benua lain. Sungguh malang nasib Halley.
**
Halley, masih bersama Penari jalanan itu, semakin lama ia mengenal Sirius, semakin jauh ia menemukan makna hidup yang sebenarnya. Bersamanya, ia di ajarkan makna syukur yang tak pernah ia ucpakan sebelumnya. Bersamanya, ia merasakan betapa  orang tua itu tak ternilai harganya, ia menyesali tingkah nya yang selalu membangkang. Ia sangat menyesal. Ternyata, kehilangan adalah saat yang tepat dimana kita harus memutar arah tujuan hidup yang sempat bengkok, meluruskan niat, dan memaknai kata rindu. Ia belajar dari seorang penari kecil itu. Sirius.
“ Seharusnya aku bersyukur bisa belajar dengan nyaman, sekolah di tempat yang luar biasa, menjadi anak kebanggan sekolah, orang tua dan bangsa ini sekalipun. Namanya telah tercatat di dunia internasional dengan prestasi yang gemilang, mengharumkan nama negaranya. Kenapa ini tak pernah terpikirkan sebelumnya ? “ Batinnnya Halley,
Sedangkan disini, ia bertemu dengan Sirius,  penari jalanan kota Lisbon yang membutuhkan segala apapun yang ia dapatkan.
“ Arghhhhh ... bodohnya aku ‘ Erangnya dalam hati.
Alam pun menyaksikan perseteruan antara Halley dan hatinya malam itu.
**
Pagi hari ia pamit kepada Sirius, ia ingin menemui keluarganya. Ia rindu. Dan bukan hanya itu,  sebenarnya ia ingin memeluk mamanya dan mohon ampun atas segala kelancangannya, ia baru sadar, ternyata segala titahnya adalah demi kemajuan dirinya juga, dan sekarang ingin ia ucapkan “ Agradecida Mam, Thanks a lot “.
Até breve Halley. Selamat tinggal “ Kata Sirius melepas Halley.
“ Yeah, Boa sorte untukmu, semoga berhasil “ Balas Halley.
Lalu mereka berpisah, Sirius melanjutkan perjalanannya menari, sedang Halley melanjutkan perjalanannya menuju rumah Phobos.
Ia berjalan dengan riang melewati jalanan yang dulu pernah dilewatinya bersma Sirius.
**
Ternyata mamanya sudah menunggu sangat gelisah, Mrs. Aurora memeluk Halley sangat erat, seakan ia tak ingin kehilangan. Air matanya tak berhenti mengalir deras di pelupuk matanya.
Perdão mama Halley, Perdão. Maafkan mama sayang. Tolong jangan lakukan ini lagi, mama takut sayang. Jangan tingalkan mama“ Mrs. Aurora memeluk, mencium Halley tak henti-henti. Benar saja, ia begitu rindu. Aku terharu melihatnya, betapa seorang mama sangat menyayangi anaknya. Ternyata, setegas-tegasnya            Mrs. Aurora pun ia tetap mencintai anak nya.
“ No mam, aku yang harusnya minta maaf padamu. Maafkan aku mam. Aku selalu membangkang perintah mama. Aku sadar sekarang mam, betapa berartinya semua titah mama itu dan aku bersyukur atas burn paper yang slalu mama berikan itu, Thanks mam “
Lalu mereka saling melepas rindu. Halley menceritakan petualangannya bersama Penari jalanan itu, Sirius. Ia bercerita kepada mama dan papanya. Sayang sekali, Mr. Phobos hanya bisa bertemu dengan keluarganya melalui sebuah lubang kecil yang kita sebut- webcam. Tapi rupanya itu tak mengurangi kebahagiaan mereka. Halley tetap asyik menceritakan penari itu, Sirius yang telah memberikan nya arti hidup yang sebenarnya, mengubah pemikirannya dan menjadikannya anak yang bersyukur telah dilahirkan oleh Mr. Phobos dan Mrs. Aurora.
**
Rembulan mengintip di balik jendela Halley, malam menunngu siang, taerasa amat lama bagi Halley, Ia ingat penari jalanan itu, kata-katanya yang selalu bersemngat. Ia teringat sebuah momen kala bersamanya, kala itu, Halley tengah duduk di atas gedung yang tinggi sambil menikmati indhanya langit galaksi bima sakti.
“ Halley kau tahu Sirius itu apa ? “ Tanya Sirius
“ Ya, aku tahu. Setahu ku ia adalah bintang yang paling bersinar di jagat raya ini “ Jawab Halley
“ Ya, ayah ku hebat telah menyematkan aku dengan nama itu. Dia bilang. Agar aku dapat menjadi bintang yang paling bersinar di jagad raya ini. Bermanfaat bagi orang lain, dan menerangi nama Sirius kemanapun  “ Jawab Halley sambil menunjuk sebuah bintang di angkasa
“ Waw, keren “
Setelah itu, Halley tertidur lelap sambil menuliskan sebuah nama di kanvas angkasa. SIRIUS.
TAMAT
Syawal, 13 Agust 2013
Bogor, at my home

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar